Indonesiaku Sayang


Ketika aku mendengar tangisanmu aku menangis
Saat kurasakan kepedihanmu aku pedih
Saat hatimu terluka  sakit hati
Aku tau perasaanmu ibu pertiwi sama seperti  perasaanku
Aku marah, kesal, dan menyesali ketidak berdayaanku
Andai aku bisa berbuat banyak
Bukankah hidup bahagia penuh cinta kelimpahan dan berkecukupan adalah hak semua manusia
Ajari aku  merubah semua itu ibu pertiwi
Anak adam yang lahir di dunia ini
Di tanah air yang kaya raya ini
Terbakar hatinya luluh lantah
Hanya bisa bersedih mengharapkan keajainban itu benar- benar datang pada negeri kita
Ingin sedikit membuat Ibu tersenyum
Kata orang asing Negeri kita itu kaya raya
Alam subur indah menawan banyak sekali emas dan berlian
Kenyataanya lihat betapa banyak anak terlantar mati kelaparan
Padahal koruptor sedang asyik membuncitkan perut sendiri (tititit sensor)
Malas sekali membahas itu
 Apa yang salah pada negeri ini?
Kebobrokan moral?
Ironis
Mungkinkah semua itu berubah?
Harapan yang kata orang muluk-muluk
Mungki benar atau salah?
Aku juga tidak mengerti
Bagaimana mungkin?
Anak adam yang cengeng yang terluka
Bisa merubah sebuah bangsa
Merubah moral diripun belum becus
Seperti burung yang sayapnya patah sebelah hanya bisa bermimpi untuk terbang
Iya aku tahu itu
Aku tahu keadaanku
Tapi apakah aku peduli?
Tak peduli apapun itu
Mungkinkah hanya bisa bermimpi?
Ya tak apalah
Sedikit lebih baik
Paling tidak ada benih-benih niat
Berharap tumbuh menjadi tanaman kecil
Berubah menjadi pohon
Melahirkan bunga, buah dan biji baru
Kemudian tumbuh lagi berkembang biak
Ke semua pelosok bangsa
Ibu Pertiwi tersenyumlah
Di dalam senyuman anak-anak bangsa
Hari ini anak cucu bansa masih bernafas
Mengalirkan darah nasionalisme
Kami tak akan diam
Semua akan berubah
Tersenyumlah dan menangislah karena bangga
Wahai Ibu Pertiwi

Kami cinta Indonesia

Cinta seperti kucing yang bebas

Cinta seperti kucing yang bebas kucing? Mengapa kucing? Padahal kita kan manusia?  Ini tentang cinta seluas luasnya. Cinta kepada hewan tumbuhan dan segalanya.  Aku terinspirasi ketika saya bermain dengan kucing. Ketika itu saya memegangnya  erat- erat dengan  paksa, apakah dia bebas dan bahagia? Saya rasa tidak, dia meronta- ronta dan ingin bebas sepertinya dia sama sekali tidak bahagia. Ya sudah aku melepaskanya. Dia pun berlarian dengan penuh bahagianya bermain kelihatanya dia benar- benar merasakan kesenangan. Aku menghampirinya membelainya pelan- pelan dia berubah memanja saya rasa ia menikmati belaianku. Sedikit eksperimen dengan kucing.
Aku teringat sebuah kisah suami istri. Pelajaran tentang kesetiaan yang memiliki pengaruh cukup berbahaya. Sang suami yang sedang berkesah.“Jika saya harus sanggup setia pada istri, dia pun harus sanggup bersetia pada saya,” kata saya pada diri sendiri. Pemikiran seperti itu membuat saya menjadi pencemburu. Kuawasi setiap gerak-geriknya oleh karena itu dia tidak bisa pergi kemana- mana tanpa seizin saya. Hal itu mulai menebar bibit pertengkaran diantara kami berdua. “Pengekangan seperti itu seperti dalam sebuah penjara” keluh istri dalam hatinya. Dia semakin tidak bisa menerima. Semakin dijadikan alasan untuk bisa pergi ke mana-mana dan kapan saja dia suka. Semakin aku mengekangya semakin bebas dia bertindak semakin aku naik darah. Penolakan untuk saling bicara sudah menjadi hal yang biasa bagi kami berdua. Saya pikir istriku tidak cukup bersalah mengahadapi pengekangan dariku. Bagaimana mungkin gadis sejujur dan sepolos itu tidak menuruti kemauanku. Sepertinya aku memang keterlaluan. Hanya sekedar berkunjung ke rumah temanpun aku melarangnya?  Aku mulai menyadari betapa egoisnya aku. Jika aku memiliki hak melarangnya, bukankah ia juga memiliki hak yang sama? Semua itu dapat aku pahami sekarang. Aku mencintainya dan diapun sama. Betapa hancurnya dia ketika aku tak mempercayai kesetiaanya apalagi terjadi pada seorang perempuan yang sepatutnya aku sayangi bukan untuk dikekang. Aku pun mendapat jawabanya. Saya tak pernah lagi mencintainya dengan penuh kekangan. Saya melonggarkannya dari jeratan dan melepasnya. Diapun bebas dan semakin menghormatiku. Dia mulai mengerti maksudku selama dia masih dalam jalurku aku akan menyayanginya dengan sepenuh hati. Kehidupan pun berangsur angsur berubah menjadi indah karena cinta dan kebebasan.

Kata-Kata Bijak Mahatma Gandhi

Wajah Gandhi tersenyum, mengenakan kacamata. 

 gambar  wikipedia.org

Ahimsa (Prinsip Tanpa Kekerasan) adalah ideal yang tertinggi. Ia diperuntuhkan bagi mereka yang kuat bukan bagi para pengecut.

Ahimsa adalah atribut para pemberani. Ahimsa dan kelemahan ibarat air dan api, tidak pernah bertemu.

Jangan putus asa terhadap kamanusiaan. Kemanusiaan bagaikan samudera. Beberapa tetes air kotor tidak mampu mengotori seluruh samudera.

Barangkali kita tidak mampu melaksanakan prinsip tanpa kekerasan sepenuhnya dalam pikiran, ucapan , maupun tindakan. Namun prinsip ini mesti menjadi tujuan kita dan kita senantiasa berupaya untuk mencapainya.

Prinsip tanpa kekerasan bukanlah busana yang dapat dipakai dan ditinggalkan. Kedudukanya adalah di hati kita. Ia mesti menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam diri kita.

Sopan terhadap lawan dan upaya untuk memahami sudut pandangnya, itulah ABC Prinsip tanpa kekerasan.

Ahimsa mesti mengungkapkan diri lewat pelayanan tanpa pamrih kepada masyarakat.

Cinta tak pernah meminta, ia senantiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tapi tidak pernah berdendam, dan tidak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta disitu ada kehidupan manakala kebencian membawa kemusnahan.

Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis dan pada kematianmu semua orang menangis dan hanya kamu sendiri yang tersenyum.

Orang yang berhasil mengedalikan diri tak akan terkendali oleh orang lain. Ia tidak bisa dibeli, tidak bisa digoda, dan tidak bisa dirayu. Ia mempunyai kepercayaan diri yang luar biasa. Jadilah orang itu.

Seseorang yang lemah tidak dapat memaafkan. Kemamapuan untuk memaafkan hanya ada pada mereka yang kuat. Bila pencungkilan mata dibalas dengan pencungkilan mata, seluruh dunia akan menjadi buta.

Tak seorangpun dapat menyakitiku bila aku tidak mengizinkanya.

Awalnya mereka meremehkanmu, kemudian menertawakanmu, kemudian melawanmu, lalu kau keluar sebagai pemenang.

Aku hanya melihat sifat baik di dalam diri sesama manusia. Karena aku sendiri tidak sepenuhnya bebas dari keburukan, aku tidak membedah orang  lain untuk mencari keburukan mereka.